LAZ Saku Yatim

082245030303

sakuyatimindonesia@gmail.com

Jl. Veteran, Lumajang

Lembaga Amil Zakat

5 Tanda Amalan Diterima di Bulan Puasa

Tanda Amalan Diterima Di Bulan Puasa
Sebarkan Tulisan Kebaikan Yuk!

 

SELEPAS Idul Fitri, salah satu yang dicemaskan generasi salaf adalah bukan seberapa banyak yang telah diamalkan di bulan Ramadhan, tapi seberapa diterima oleh Allah Subhanahu wata’ala.  Ibnu Rajab Al-Hanbali Rahimahullah berkata: “Para (generasi) salaf, enam bulan pasca Ramadhan mereka gunakan untuk memohon -berdoa dan beramal- pada Allah agar seluruh amalan di bulan Ramadhan diterima oleh-Nya”.

Umar bin Abdul Aziz, Sang Khalifah kenamaan dinasti Umawi suatu saat berpidato di hadapan rakyatnya sehabis shalat `Idul Fitri: “Wahai rakyat sekalian! Kalian telah berpuasa selama 30 hari, dan telah shalat malam selama 30 hari. Sekarang (tiba saatnya) kalian keluar dari bulan Ramadhan untuk memohon pada Allah agar semuanya diterima”.

Baca juga: 10 Keutamaan Menyantuni Anak Yatim dan Pahalanya

 

Untuk mengetahui amalan diterima atau tidak di bulan Ramadhan, ada 5 tanda –yang disarikan dari kitab “Lathaa`ifu al-Ma’aarif” (1999: 221, 222 dan 224) karya Ibnu Rajab Al-Hanbali Rahimahullah- yang menunjukkan bahwa tanda amalan diterima di bulan Ramadhan:

 

1. Diberi taufik atau pertolongan oleh Allah Subhanahu wata’ala untuk mengamalkan kebaikan setelahnya

Surat Ar-Rahman Ayat 60

هَلْ جَزَآءُ ٱلْإِحْسَٰنِ إِلَّا ٱلْإِحْسَٰنُ

Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan

(فَأَمَّا مَن أَعْطَى وَاتَّقَى{5} وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى{6} فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى{7} وَأَمَّا مَن بَخِلَ وَاسْتَغْنَى{8} وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى{9} فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى{10}) الليل:5-10).

Artinya: (Maka barangsiapa memberikan hartanya dan bertakwa, dan membenarkan pahala yang terbaik, maka kami mudahkan dia kepada jalan menuju kemudahan. Dan adapun orang yang kikir dan merasa dirinya cukup, dan mendustakan pahala yang terbaik, maka Kami akan memudahkannya jalan menuju kesukaran)[QS Al-Lail: 5-10].

Ibnu Rajab Rahimahullah berkata:

Sebagian ulama salaf mengatakan,

مِنْ ثَوَابِ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا، وَمِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةُ بَعْدَهَا

Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.

Ibnu Rajab menjelaskan hal di atas dengan membawakan perkataan salaf lainnya, ”Balasan dari amalan kebaikan adalah amalan kebaikan selanjutnya. Barangsiapa melaksanakan kebaikan lalu melanjutkan dengan kebaikan lainnya, maka itu adalah tanda diterimanya amalan yang pertama. Begitu pula barangsiapa yang melaksanakan kebaikan, namun malah dilanjutkan dengan amalan kejelekan, maka ini adalah tanda tertolaknya atau tidak diterimanya amalan kebaikan yang telah dilakukan.Latho-if Al Ma’arif, hal. 394

Dan salah satu tanda amal diterima , kita berusaha melaksanakan amal kebaikan lain nya yakni puasa sunnah syawal , R asululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. bersabda

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ، ثُمَّ أَتْبَعَهُ بِسِتٍّ مِنْ شَوَّالٍ، فَكَأَنَّمَا صَامَ الدَّهْر

“Barangsiapa yang berpuasa (di bulan) Ramadhan, kemudian dia mengikutkannya dengan (puasa sunnah) enam hari di bulan Syawal, maka (dia akan mendapatkan pahala) seperti puasa setahun penuh.” (HR. Muslim No. 1164)

2. Tidak “Ramadhan oriented” tapi “Rabb Oriented”

Ketika Asy-Syibli Rahimahullah ditanya mengenai amalan mana yang lebih utama antara Rajab dan Sya’ban, beliau menjawab:

كن ربانيا ولا تكن شعبانيا

“Jadilah orang yang Rabbani, dan jangan menjadi orang Sya’bani.” Kata ‘Sya’baniyan’ juga bisa diganti dengan ‘Ramadhaniyan’. Artinya, beramal tidak tergantung bulan, tapi tergantung Tuhan (Allah).”

Bisyr Rahimahullah ditanya tentang orang yang bersungguh-sungguh beribadah hanya di bulan Ramadhan, beliau menjawab:

بئس القوم لا يعرفون لله حقا إلا في شهر رمضان إن الصالح الذي يتعبد ويجتهد السنة كلها

“Sejelek-jelak kaum adalah yang hanya mengenal hak-hak Allah di bulan Ramadhan saja. Sesungguhnya orang saleh adalah yang beribadah dan bersungguh-sungguh sepanjang tahun.”

Syaikn Abdul Aziz bin Baz menjelaskan bahwa makna ungkapam ini adalah benar apabila mereka melalaikan kewajiban-kewajiban agama setelah ramadhan. Semisal Ramadhan rajin shalat dan memakai jilbab, namun setelah Ramadhan shalat bolong-bolong dan kembali melepas jilbab. Beliau menjelaskan,

ﻭﻫﺬﺍ ﺻﺤﻴﺢ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻧﻮﺍ ﻳﻀﻴﻌﻮﻥ ﺍﻟﻔﺮﺍﺋﺾ، ﺃﻣﺎ ﺇﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﻻ، ﺇﻧﻤﺎ ﻳﺘﺮﻛﻮﻥ ﺑﻌﺾ ﺍﻻﺟﺘﻬﺎﺩ ﻓﺎﻟﻘﻮﻝ ﻫﺬﺍ ﻣﺎ ﻫﻮ ﺑﺼﺤﻴﺢ، ﻟﻜﻦ ﻣﺮﺍﺩﻩ ﺍﻟﺬﻳﻦ ﻳﺘﺮﻛﻮﻥ ﺍﻟﻔﺮﺍﺋﺾ، ﻳﻌﻨﻲ : ﻳﺼﻠﻲ ﻓﻲ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻭﻳﺘﺮﻙ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻓﻴﻤﺎ ﺳﻮﻯ ﺭﻣﻀﺎﻥ ﻣﺜﻼً، ﻓﻬﺬﺍ ﺑﺌﺲ ﺍﻟﻘﻮﻡ ﻷﻧﻬﻢ ﻛﻔﺮﻭﺍ ﺑﻬﺬﺍ

“Ungkapan ini adalah benar apabila mereka melalaikan kewajiban-kewajiban agama. Apapun jika tidak, ia hanya meninggalkan sebagian perkara ijtihad. Ungkapan ini adalah benar, akan tetapi maksudnya adalah meninggalkan hal-hal wajib, semisal shalat pada bulam Ramadhan kemudian ia tinggalkan shalat selain bulan Ramadhan, maka ini adalah sejelek-jelek kaum karena mereka telah melakukan kekafiran.”

Ibnu Taimiyyah berkata,

من يعزم على ترك المعاصي في شهر رمضان دون غيره فليس هذا بتائب مطلقاً ولكنه تارك للفعل في رمضان

“Barangsiapa bertekad meninggalkan maksiat di bulan Ramadhan saja, tanpa bertekad di bulan lainnya, maka ia bukan seorang yang bertaubat secara mutlak, akan tetapi ia hanyalah sekedar orang yang meninggalkan perbuatan maksiat di bulan Ramadlaan”
Al-Majmu’ Al-Fatawa 10/743

3. Amalan yang berkesinambungan

Kalau di bulan Ramadhan ia puasa, membaca Al-Qur`an, sedekah dan qiyamul lail, di bulan-bulan lain juga mengamalkannya secara kontinu.

’Alqomah pernah bertanya pada Ummul Mukminin ’Aisyah mengenai amalan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, ”Apakah beliau mengkhususkan hari-hari tertentu untuk beramal?” ’Aisyah menjawab,

لاَ. كَانَ عَمَلُهُ دِيمَةً

Beliau tidak mengkhususkan waktu tertentu untuk beramal. Amalan beliau adalah amalan yang kontinu (ajeg).” ” (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Di hadits shahih lain

 

Dari ’Aisyah –radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya ( HR Muslim )

Baca juga: Ringkasan Fikih Puasa Ramadhan

 

4. Bersyukur kepada Allah yang memudahkan dan memberinya taufik untuk beramal

Ketika Wahab bin Warad ditanya mengenai pahala amalan tertentu seperti thawaf dan semacamnya, beliau menjawab:

لا تسألوا عن ثوابه ولكن اسألوا ما الذي على من وفق لهذا العمل من الشكر للتوفيق والإعانة عليه

“Jangan bertanya tentang pahalanya, tapi bertanyalah: apa kamu sudah bersyukur kepada Allah yang telah memberi taufik dan pertolongan untuk melakukan (amal kebaikan tersebut).”

 

5. Berharap dan banyak berdoa

Hamba Allah yang amalan salehnya direstui oleh Allah akan senantiasa berharap, berdoa dan banyak melakuakn hal yang baik. Allah SWT ketika keduanya membangun Kabah seraya berfirman:

( وإذ يرفع إبراهيم القواعد من البيت وإسماعيل ربنا تقبل منا إنك أنت السميع العليم)( البقرة:127)

Artinya: (Dan ingatlah ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah bersama Ismail seraya berkata: Ya Rabb kami terimalah amalan kami. Sungguh Engkaulah Maha Mendengar, Maha Mengetahui)[QS Al-Baqarah: 127].

Maka sebagaimana kita membutuhkan dan mengharapkan rahmat Allah Ta’ala di bulan Ramadhan, bukankah kita juga tetap membutuhkan dan mengharapkan rahmat-Nya di bulan-bulan lainnya? Bukankah kita semua termasuk dalam firman-Nya:

 

{يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيد}

Hai manusia, kalian semua butuh kepada (rahmat) Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (QS Faathir: 15).

 

Imam Mu’alla bin al-Fadhl berkata,

 

كانوا يدعون الله تعالى ستة أشهر أن يُبَلِّغُهم رمضان يدعونه ستة أشهر أن يتقبل منهم

 

“Dulunya (para salaf) berdoa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala (selama) enam bulan agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan, kemudian mereka berdoa kepada-Nya (selama) enam bulan (berikutnya) agar Dia menerima (amal-amal sholeh) yang mereka (kerjakan).” (dinukil oleh imam Ibnu Rajab al-Hambali dalam Kitab Latha-iful ma’aarif, (hal. 174)

Jadi, jika kita memiliki perasaan mendapat bimbingan beramal kebaikan berikut nya,  tidak “Ramadhan oriented”, beramal kontinu, selalu bersyukur kepada Allah atas kemudahan yang diberikan oleh-Nya, dan ada perasaan takut serta berharap atas Rahmat Allah, maka kemungkinan besar –wallahu a’lam- Allah Subhanahu wata’ala telah menerima amalan Ramadhan nya.*

 

Related Posts :

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *